Melawan Lupa Sejarah Korlap Dan Aksinya di PSHT
Melawan lupa Sejarah korlap dan aksinya
Semoga jadi bahan renungan buat sedulur2 sedoyo
Tetap Jaga ajaran setia hati berbudi pekerti luhur tahu benar dan salah
Mempertanyakan Integritas Zakaria
Bila melihat sejarah perjalanan Korlap dengan Zakaria sebagai pemimpinnya, maka dapat dilihat tidak ada yang tetap dalam apa yang diteriakkannya. Pada awalnya, Ketika Korlap dibentuk oleh Zakaria adalah untuk mengumpulkan warga-warga PSHT yang hobi berkelahi dalam sebuah komunitas untuk memudahkan koordinasi dalam acara-acara seperti ziarah malam 1 suro.
Kemudian nama Zakaria dan Korlap melejit bukan karena perilaku positifnya, namun karena kekurang ajarannya dalam merebut mikrofon Mas Madji ketika beliau memberi sambutan dalam acara tirakatan menyambut 1 Suro tahun 2013. Zakaria marah karena perizinan acara nyekar besar-besaran 1 Suro dengan puluhan ribu massa ditolak oleh Polda Jatim. Dengan penuh kekecewaan, Zakaria menyalahkan Pengurus Pusat yang dinilainya telah menggagalkan acara yang direncanakannya.
Namun Zakaria tidak sadar bahwa PSHT adalah organisasi yang mempunyai struktur dan pimpinan. Dalam perizinannya tersebut Korlap tidak pernah mengkomunikasikannya dengan Pengurus Organisasi yang lain. Apalagi acara yang akan digelarnya ini jelas-jelas mengatasnamakan organisasi PSHT. Selain itu Zakaria juga tidak sadar bahwa dia bukanlah bagian dari Pengurus Organisasi, tentunya tidak mempunyai hak untuk mengambil sebuah kebijakan yang melibatkan masa ribuan orang yang dapat berpotensi mengganggu kondusifitas keamanan lingkungan Kota Madiun.
Tindakan Zakaria dan Korlap semakin tidak bisa dikendalikan ketika kemudian menggeruduk Mas Madji untuk menandatangani tuntutan mereka. Tuntutannya kemudian berubah karena kemudian mempertanyakan keuangan organisasi. Perlu diketahui bahwa Zakaria melakukan itu setelah sebelumnya diundang oleh Nurhadi Abas dalam pengesahan di Magelang. Dalam penggerudukan itu Zakaria membawa masa hingga ratusan orang dalam Padepokan Agung Madiun.
Apa yang telah dilakukan Zakaria pada akhirnya diketahui oleh orang-orang seperti Sunyoto Tri Laksono, Bagyo TA, Gembong, Sugiarto Harsono, dan Handoko Bangkalan. Orang-orang yang bermasalah dalam organisasi ini merasakan adanya momentum dengan adanya Zakaria dan pasukan Korlapnya untuk menyerang Pengurus Pusat. Jadilah Demo Mei 2014 dipimpin oleh Zakaria, Gembong, Nurhadi Abas, Bagyo TA, Sunyoto Tri Laksono, dan Handoko bersama massa dari Korlap. Dalam tuntutannya, mereka meminta Pengurus Pusat menyelenggarakan Mubes dan meneriakkan agar Mas Madji mundur dari Pemimpin Organisasi.
Beberapa bulan kemudian, kelompok mereka menamakan diri sebagai GPO atau Gerakan Penyelamat Organisasi. Tentunya ini sangatlah berlebihan karena organisasi tidak dalam kondisi yang berbahaya. Justru tindakan GPO yang telah merusak tatanan dan ajaran organisasi PSHT. Hal ini dapat dilihat dari perilaku-perilaku mereka dalam mencorat-coret Padepokan Agung dengan kata-kata yang tak pantas. Hal ini sudah menunjukkan bahwa tindakan mereka telah keluar dari etika dan norma organisasi.
Selang setahun kemudian Bulan Suro 2015, kelompok GPO ini kemudian membuat ulah kembali dengan menyelenggarakan pengesahan di luar aturan organisasi /ilegal di Balai Kelurahan Pilangbango Kota Madiun. Siswa-siswa yang disahkan adalah yang sebelumnya melakukan latihan melalui jalur yang resmi (rayon dan ranting), kemudian diserobot dengan iming-iming biaya pengesahan yang lebih murah daripada disahkan dalam Padepokan Agung Madiun.
Bahkan ketika Mas Madji wafat, gerombolan GPO ini menghadang upacara pemakaman beliau dengan alasan bahwa Mas Madji tidak diperkenankan dimakamkan di barat Masjid Umar Al Farouq dengan alasan tanah lokasi Pemakaman almarhum adalah milik Padepokan Agung Madiun. Bahkan mereka meminta menunjukkan bukti surat tanah sebagai bukti. Sembilan hari kemudian mereka menyegel Padepokan Agung Madiun.
Pada Parapatan Luhur 2016 yang diselenggarakan di Jakarta Korlap kemudian memaksa masuk dalam acara. Terlihat bahwa Zakaria yang membiarkan alih-alih berperan dalam mengacaukan acara Parapatan Luhur 2016 terebut. Bahkan kemudian Korlap mengatakan bahwa Parapatan Luhur 2016 tidaklah sah dengan dasar yang tidak jelas. Tentu saja ini menjadi catatan tersendiri ketika kemudian beberapa bulan kemudian Korlap malah mendekati dan diberdayakan oleh M. Taufik untuk menyerang Pengurus Pusat di Madiun.
Hingga sampai insiden tanggal 20 Maret 2019 kemarin adalah aksi puncak Korlap dengan membabi buta menyerang secara fisik orang-orang yang sedang bekerja di Padepokan Agung Madiun dengan dipimpin oleh Agus Bagyo. Ketika datang rombongan Korlap tersebut diiringi dengan mobil dan bus bertuliskan rombongan manten dan ziarah wali. Sebelumnya Korlap juga telah berusaha untuk menggagalkan acara serah terima Hak Paten dengan mengadakan acara tandingan di Padepokan Agung juga dengan alasan pelantikan pengurus DKP versi M. Taufik dengan Sunyoto Tri Laksono sebagai Ketuanya. Dan setelahnya Korlap berusaha menguasai Padepokan Agung Madiun dengan melompati pagar.
Dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Korlap ini jelas bahwa, mereka memang dimanfaatkan untuk membuat kisruh organisasi dan menyerang Kepengurusan Pusat PSHT yang sah dan ber-Hak Paten. Terlihat kemudian Korlap menjadi kelompok preman yang membabi buta merusak ketentraman organisasi dan Kota Madiun. Tidak bisa dilupakan bahwa Korlap selalu meminta bayaran dalam mengumpulkan massanya.
Zakaria telah tersandra oleh oknum-oknum dan kepentingan-kepentingan yang ingin memecah belah Persaudaraan dan merusak Ajaran PSHT. Zakaria telah kehilangan integritas dan tak mampu untuk menolak tawaran untuk menggerakkan massa Korlapnya untuk tujuan destruktif. Bahkan kemudian Korlap diambil alih oleh Agus Bagyo Zakaria tidak bisa berbuat banyak. Terlihat Zakaria sudah terlihat lemah di hadapan M. Taufik dan Agus Bagyo. Zakaria begitu mudah dipengaruhi dan diprovokasi untuk menyerang Pengurus Pusat tanpa meninjau makna persaudaraan dan ajaran PSHT.
Namun semua sudah terlambat, begitulah bila hati dan akal tidak digunakan dalam memahami ajaran dan mengejawantahkan dalam sikap. Sanjungan dan buaian oknum-oknum perusak ajaran begitu ditelan mentah-mentah hingga menjadikan racun bagi nurani Zakaria. Hingga sampai akhirnya rusak parah tak bisa diperbaiki lagi. Ketidak mampuan Zakaria dalam menepati janji dan kesepakatan tanda bahwa dia sudah terlampau jauh melewati batas Ajaran PSHT.
Semoga jadi bahan renungan buat sedulur2 sedoyo
Tetap Jaga ajaran setia hati berbudi pekerti luhur tahu benar dan salah
Mempertanyakan Integritas Zakaria
Bila melihat sejarah perjalanan Korlap dengan Zakaria sebagai pemimpinnya, maka dapat dilihat tidak ada yang tetap dalam apa yang diteriakkannya. Pada awalnya, Ketika Korlap dibentuk oleh Zakaria adalah untuk mengumpulkan warga-warga PSHT yang hobi berkelahi dalam sebuah komunitas untuk memudahkan koordinasi dalam acara-acara seperti ziarah malam 1 suro.
Kemudian nama Zakaria dan Korlap melejit bukan karena perilaku positifnya, namun karena kekurang ajarannya dalam merebut mikrofon Mas Madji ketika beliau memberi sambutan dalam acara tirakatan menyambut 1 Suro tahun 2013. Zakaria marah karena perizinan acara nyekar besar-besaran 1 Suro dengan puluhan ribu massa ditolak oleh Polda Jatim. Dengan penuh kekecewaan, Zakaria menyalahkan Pengurus Pusat yang dinilainya telah menggagalkan acara yang direncanakannya.
Namun Zakaria tidak sadar bahwa PSHT adalah organisasi yang mempunyai struktur dan pimpinan. Dalam perizinannya tersebut Korlap tidak pernah mengkomunikasikannya dengan Pengurus Organisasi yang lain. Apalagi acara yang akan digelarnya ini jelas-jelas mengatasnamakan organisasi PSHT. Selain itu Zakaria juga tidak sadar bahwa dia bukanlah bagian dari Pengurus Organisasi, tentunya tidak mempunyai hak untuk mengambil sebuah kebijakan yang melibatkan masa ribuan orang yang dapat berpotensi mengganggu kondusifitas keamanan lingkungan Kota Madiun.
Tindakan Zakaria dan Korlap semakin tidak bisa dikendalikan ketika kemudian menggeruduk Mas Madji untuk menandatangani tuntutan mereka. Tuntutannya kemudian berubah karena kemudian mempertanyakan keuangan organisasi. Perlu diketahui bahwa Zakaria melakukan itu setelah sebelumnya diundang oleh Nurhadi Abas dalam pengesahan di Magelang. Dalam penggerudukan itu Zakaria membawa masa hingga ratusan orang dalam Padepokan Agung Madiun.
Apa yang telah dilakukan Zakaria pada akhirnya diketahui oleh orang-orang seperti Sunyoto Tri Laksono, Bagyo TA, Gembong, Sugiarto Harsono, dan Handoko Bangkalan. Orang-orang yang bermasalah dalam organisasi ini merasakan adanya momentum dengan adanya Zakaria dan pasukan Korlapnya untuk menyerang Pengurus Pusat. Jadilah Demo Mei 2014 dipimpin oleh Zakaria, Gembong, Nurhadi Abas, Bagyo TA, Sunyoto Tri Laksono, dan Handoko bersama massa dari Korlap. Dalam tuntutannya, mereka meminta Pengurus Pusat menyelenggarakan Mubes dan meneriakkan agar Mas Madji mundur dari Pemimpin Organisasi.
Beberapa bulan kemudian, kelompok mereka menamakan diri sebagai GPO atau Gerakan Penyelamat Organisasi. Tentunya ini sangatlah berlebihan karena organisasi tidak dalam kondisi yang berbahaya. Justru tindakan GPO yang telah merusak tatanan dan ajaran organisasi PSHT. Hal ini dapat dilihat dari perilaku-perilaku mereka dalam mencorat-coret Padepokan Agung dengan kata-kata yang tak pantas. Hal ini sudah menunjukkan bahwa tindakan mereka telah keluar dari etika dan norma organisasi.
Selang setahun kemudian Bulan Suro 2015, kelompok GPO ini kemudian membuat ulah kembali dengan menyelenggarakan pengesahan di luar aturan organisasi /ilegal di Balai Kelurahan Pilangbango Kota Madiun. Siswa-siswa yang disahkan adalah yang sebelumnya melakukan latihan melalui jalur yang resmi (rayon dan ranting), kemudian diserobot dengan iming-iming biaya pengesahan yang lebih murah daripada disahkan dalam Padepokan Agung Madiun.
Bahkan ketika Mas Madji wafat, gerombolan GPO ini menghadang upacara pemakaman beliau dengan alasan bahwa Mas Madji tidak diperkenankan dimakamkan di barat Masjid Umar Al Farouq dengan alasan tanah lokasi Pemakaman almarhum adalah milik Padepokan Agung Madiun. Bahkan mereka meminta menunjukkan bukti surat tanah sebagai bukti. Sembilan hari kemudian mereka menyegel Padepokan Agung Madiun.
Pada Parapatan Luhur 2016 yang diselenggarakan di Jakarta Korlap kemudian memaksa masuk dalam acara. Terlihat bahwa Zakaria yang membiarkan alih-alih berperan dalam mengacaukan acara Parapatan Luhur 2016 terebut. Bahkan kemudian Korlap mengatakan bahwa Parapatan Luhur 2016 tidaklah sah dengan dasar yang tidak jelas. Tentu saja ini menjadi catatan tersendiri ketika kemudian beberapa bulan kemudian Korlap malah mendekati dan diberdayakan oleh M. Taufik untuk menyerang Pengurus Pusat di Madiun.
Hingga sampai insiden tanggal 20 Maret 2019 kemarin adalah aksi puncak Korlap dengan membabi buta menyerang secara fisik orang-orang yang sedang bekerja di Padepokan Agung Madiun dengan dipimpin oleh Agus Bagyo. Ketika datang rombongan Korlap tersebut diiringi dengan mobil dan bus bertuliskan rombongan manten dan ziarah wali. Sebelumnya Korlap juga telah berusaha untuk menggagalkan acara serah terima Hak Paten dengan mengadakan acara tandingan di Padepokan Agung juga dengan alasan pelantikan pengurus DKP versi M. Taufik dengan Sunyoto Tri Laksono sebagai Ketuanya. Dan setelahnya Korlap berusaha menguasai Padepokan Agung Madiun dengan melompati pagar.
Dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Korlap ini jelas bahwa, mereka memang dimanfaatkan untuk membuat kisruh organisasi dan menyerang Kepengurusan Pusat PSHT yang sah dan ber-Hak Paten. Terlihat kemudian Korlap menjadi kelompok preman yang membabi buta merusak ketentraman organisasi dan Kota Madiun. Tidak bisa dilupakan bahwa Korlap selalu meminta bayaran dalam mengumpulkan massanya.
Zakaria telah tersandra oleh oknum-oknum dan kepentingan-kepentingan yang ingin memecah belah Persaudaraan dan merusak Ajaran PSHT. Zakaria telah kehilangan integritas dan tak mampu untuk menolak tawaran untuk menggerakkan massa Korlapnya untuk tujuan destruktif. Bahkan kemudian Korlap diambil alih oleh Agus Bagyo Zakaria tidak bisa berbuat banyak. Terlihat Zakaria sudah terlihat lemah di hadapan M. Taufik dan Agus Bagyo. Zakaria begitu mudah dipengaruhi dan diprovokasi untuk menyerang Pengurus Pusat tanpa meninjau makna persaudaraan dan ajaran PSHT.
Namun semua sudah terlambat, begitulah bila hati dan akal tidak digunakan dalam memahami ajaran dan mengejawantahkan dalam sikap. Sanjungan dan buaian oknum-oknum perusak ajaran begitu ditelan mentah-mentah hingga menjadikan racun bagi nurani Zakaria. Hingga sampai akhirnya rusak parah tak bisa diperbaiki lagi. Ketidak mampuan Zakaria dalam menepati janji dan kesepakatan tanda bahwa dia sudah terlampau jauh melewati batas Ajaran PSHT.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete